Hai…
Aku telah membaca semua surat darimu. Kau siaspa
sebenarnya? Aku tak pernah melihatnu di bukit. Aku hanya mendapati
surat-suratmu yang tergantung di ranting pohon. Aku tau sifatku selama ini
salah. Namun aku juga bingung dengan diriku sendiri. Mengapa aku belum bisa
mengubahnya? Dan apa maksud Miss Black Mirrors ? Aku punya firasat bahwa kau
juga bersekolah di tempat yang sama denganku. Apa itu benar? Kenapa kau
sembunyi?
Aya
Aku
melipat kertas suratnya dan menyimpannya di kotak hitam yang kusembunyikan di
bawah meja belajarku. Apa aku harus muncul di hadapannya dan mengatakannya
langsung? Tapi apa juga yang akan kukatakan padanya? Kebingungan ini memenuhi
pikiranku. Mataku terpejam pelan.Mencoba menjernihkan pikiran yang terlanjur
penuh oleh bayangan Miss Black Mirrors. Angin senja menelusuk lembut ke dalam
kamarku. Membuatku bergidik karena kedinginan. Senja resmi berubah malam. Suara
binatang malam mulai menghiasi malam di waktu awal ini. Samar sinar bulan
menambah malam ini semakin syahdu. Walaupun dia hanya menampakkan setengah keindahannya.
Mungkin tujuh hari lagi dia akan membuat langit terang. Cahayanya akan memenuhi
langit semesta.
”Ryan,makan
dulu! Kapan kita punya kesempatan makan malam bersama Ayah lagi?” Ibu
meneriakiku dari balik pintu kamar.
“Ya
sebentar,Ibu duluan saja” Jawabku balas berteriak.
Aku
menutup jendela dan beranjak meninggalkan kamarku. Kulihat Ayah dan Ibu sudah
duduk mengitari meja makan. Wajah mereka melihat tulus padaku. Senyuman yang
indah. Ya Tuhan,terimakasih atas semua anugerah yang Kau berikan. Makan malam
ini sangat indah. Hanya aku dan keluargaku.
***
Enam
hari setelah aku mendapat petuah dari Ayah. Enam hari waktunya dan Aya belum
berubah juga. Pagi ini aku sungguh berharap dia akan berubah. Walaupun itu tidak sepenuhnya. Ya Tuhan,aku hanya ingin mmbantunya agar dia tidak diejek lagi oleh teman-temanku. Diluar alasan itu aku memang berniat membuatnya sadar dan mengubah
perilaku buruknya. Salahkah aku jika mengajak seseorang
berbuat kebaiakan untuk diri mereka sendiri? Tidak ada pihak luar yang menghalangi
jalanku.Aku tahu itu. Dan masalah terbesarnya adalah pada
diri anak itu sendiri. Aku memejamkan mataku dan menjambak
rambutku frustasi. Susah sekali mengatur anak itu.
“Kau baik-baik saja? Apa kau sakit?”
Aku terlonjak kaget dan langsung
membuka kedua mataku. Satu hal yang baru kusadari,aku berada
di dalam mobil dan Ayah ada di sampingku.
Aku menghembuskan nafas keras. Gara-gara memikirkan sifat Aya aku sampai lupa bahwa aku sedang berada
dalam perjalanan menuju ke sekolah. Aku melihat Ayah yang masih mengemudi
dan menatap ke arahku sebentar. Tangan kirinya mendekati wajahku dan
ditempelkan punggung tangannya tepat di dahiku.
“Ayah aku baik-baik saja” Jawabku
sambil melepas tangan Ayah dari dahiku.
“Apa yang kau pikirkan?” Tanyanya
kemudian.
“Aku hanya memikirkan temanku,sudah
itu saja.Kuharap Ayah percaya”
“Kau bukan pembohong Ryan,Ayah tahu
itu” Ayah memandangku sejenak. Tersenyum. Aku hanya menatap bingung.
“Apa kau ada masalah dengan temanmu
itu?” Sekarang Ayah mulai menginterogasiku.
“Sebenarnya dia yang memiliki
masalah,Aku hanya membantunya ”
“Bukankah itu bagus? Lalu apa yang kau
pikirkan?” Ayah hanya menatapku heran
“Cara untuk membantunya” Jawabku
pendek
“Hei,Kau jangan terlalu memikirkan
caranya. Kunci utamanya tidak berada disitu”
Ayah menatapku lagi. Tersenyum.
“Lalu aku harus bagaimana?”
“Begini...kau harus ikhlas
membantu,Itu saja. Sederhana bukan?” Aku tersenyum bangga pada Ayah
“Jika ada orang di dunia ini yang
bertanya padaku siapa motivator terhebat,aku akan menjawabnya dialah Ayahku”
Ayah hanya terkekeh melihat tingkah
anak semata wayangnya ini. Kuharap Ayah sabar menghadapi sikapku
yang kekanakan ini. Aku mengakui tentang ini. Tak terasa perjalanan dari rumah menuju ke sekolah telah usai. Aku segera turun dari mobil dan melambaikan tanganku.
“Terimakasih motivasinya!” Teriakku.
“Pecahkan masalahmu dengan bijak. Jadilah pribadi yang baik!” Ayah menjawab dari dalam mobil. Aku hanya memberinya hormat. Mesin mobil mulai menderu lirih lalu
bergerak menjauh dari tempatku berdiri.
Setelah memastikan mobil Ayah hilang
dari pandanganku,aku segera memasuki gerbang sekolah. Mataku menangkap sosok Toni yang berjalan beberapa meter di depanku.
“Toni...!” Panggilku padanya. Dia menoleh ke belakang lalu tersenyum.
“Hei Bung! Kenapa baru datang?
Biasanya saat aku datang kau telah duduk di bangkumu...ha..ha..” Kelakar Toni.
“Dasar.Ayo buruan masuk!” Seruku
sambil mengacak rambut hitamnya.
Sudah cukup banyak anak yang tiba di
sekolah. Mereka sibuk dengan urusan
masing-masing. Aku juga sibuk berbincang-bincang
dengan Toni. Pikiran tentang Aya masih tetap
menghantuiku pagi ini. Aku harus bisa membuatnya sadar. Teringat olehku surat darinya enam hari lalu. Dia bilang dia tak mengetahui makana Black
Mirrors.
Yang benar saja? Kukira dia tahu. Tiba-tiba Toni menarik lenganku
sehingga langkahku terhenti.
“Kenapa berhenti?” Tanyaku heran.
“Perhatikan itu! Miss Black Mirrors membuat cerminnya semakin gelap” Ucap Toni
sambil menunjuk ke depan. Aku mengikuti arah jari telunjuknya. Kulihat Aya sedang berdebat dengan seorang siswi. Melihat kejadian itu aku segera bergegas pergi kesana. Kau benar-benar
kelewatan Aya.
“Lihat
yang kau lakukan? Seragamku kotor gara-gara kamu!” Bentak Lisa. Kuketahui
namanya karena telingaku menangkap bisikan anak-anak yang sedang menonton
kericuhan ini. Aku mengamati Aya yang hanya diam dan melipat kedua tangan di
dadanya. Bisa kubayangkan jika aku ada di posisinya. Tak mungkin aku bisa
berdiam diri seperti yang dilakukannya sekarang.
“Miss Black Mirrors,dengarkan baik-baik!
Lihat seragamku juga kotor dan kau penyebabnya! Kau menabrakku! Kau dengar yang
kukatakan ?!” Wajah Lisa merah padam saat mengatakan itu semua. Mungkin dia
mulai kesal dengan sikap diam Aya.
Aku
berhenti tiga meter di belakang Aya. Toni yang ada di belakangku hanya diam tak
berkedip. Raut muka takjub. Mungkin kericuhan di depannya baru disaksikannya
sekali dalam hidupnya. Entahlah. Aku ingin tahu letak kesalahan Aya. Sebenarnya
apa yang ada dipikirannya? Dia selalu menutupi kesalahannya dengan menuduh
orang lain. Paling tidak dia mendiamkan masalah yang dia buat. Terlalu
angkuhkah dirinya untuk menyadari kesalahan di depan umum?
“Kau
yang menabrakku! Aku hanya berjalan!” Sergah Aya kasar.
“Ya,kau
hanya berjalan dan aku berdiri,Aku berdiri! Bukankah kau selalu masuk dalam
peringkat tiga besar? Gunakan akalmu dong! Mana ada orang berdiri menabrak
orang berjalan? Bukankah yang ada justru sebaliknya?” Lisa menyangkal
pernyataan Aya lantang.
Aku
tersenyum getir. Kau kalah Aya. Apakah kau masih akan mengelak dari
kesalahanmu? Apakah kau malu walau hanya untuk meminta maaf? Aku bergeming
sendiri dalam hati. Toni hanya menggeleng pelan melihat sifat Aya yang semakin
menjadi.
“Salah
kamu mengapa kamu berdiri disini!” Aya tiba-tiba menyahut. Membuat mata-mata
yang tadi terbuka tenang menjadi terbelalak kaget. Gadis Gila. Terdengar bisik-bisik yang mulai membuat telingaku
pengap.
“Miss Black Mirrors,sekali lagi
kutegaskan! Aku selalu berdiri disini dan baru kali ini ada yang menabrakku.
Kau seharusnya meminta maaf!” ,dari raut wajah Lisa dapat kulihat bahwa dia
marah besar.
“Itu
bukan masalahku dan tak seharusnya aku meminta maaf. Sudahlah urusi dirimu
sendiri!” Aya berkata tegas.
Itu
kalimat terakhir Aya.Dia langsung saja pergi tanpa mempedulikan tatapan dari
anak-anak lain. Kau telah membuat masalah besar Aya. Kau membohongi dirimu
dengan semua kesalahanmu. Kau selalu berkaca di cermin hitam. Kau tak mau
mencoba berkaca di cermin bening. Itu letak masalahmu selama ini.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar