Sabtu, 14 Februari 2015

Bayang Rembulan #3



Hai…
Aku telah membaca semua surat darimu. Kau siaspa sebenarnya? Aku tak pernah melihatnu di bukit. Aku hanya mendapati surat-suratmu yang tergantung di ranting pohon. Aku tau sifatku selama ini salah. Namun aku juga bingung dengan diriku sendiri. Mengapa aku belum bisa mengubahnya? Dan apa maksud Miss Black Mirrors ? Aku punya firasat bahwa kau juga bersekolah di tempat yang sama denganku. Apa itu benar? Kenapa kau sembunyi?                                                                                          
Aya
Aku melipat kertas suratnya dan menyimpannya di kotak hitam yang kusembunyikan di bawah meja belajarku. Apa aku harus muncul di hadapannya dan mengatakannya langsung? Tapi apa juga yang akan kukatakan padanya? Kebingungan ini memenuhi pikiranku. Mataku terpejam pelan.Mencoba menjernihkan pikiran yang terlanjur penuh oleh bayangan Miss Black Mirrors. Angin senja menelusuk lembut ke dalam kamarku. Membuatku bergidik karena kedinginan. Senja resmi berubah malam. Suara binatang malam mulai menghiasi malam di waktu awal ini. Samar sinar bulan menambah malam ini semakin syahdu. Walaupun dia hanya menampakkan setengah keindahannya. Mungkin tujuh hari lagi dia akan membuat langit terang. Cahayanya akan memenuhi langit semesta.
”Ryan,makan dulu! Kapan kita punya kesempatan makan malam bersama Ayah lagi?” Ibu meneriakiku dari balik pintu kamar.
“Ya sebentar,Ibu duluan saja” Jawabku balas berteriak.
Aku menutup jendela dan beranjak meninggalkan kamarku. Kulihat Ayah dan Ibu sudah duduk mengitari meja makan. Wajah mereka melihat tulus padaku. Senyuman yang indah. Ya Tuhan,terimakasih atas semua anugerah yang Kau berikan. Makan malam ini sangat indah. Hanya aku dan keluargaku.
***
Enam hari setelah aku mendapat petuah dari Ayah. Enam hari waktunya dan Aya belum berubah juga. Pagi ini aku sungguh berharap dia akan berubah. Walaupun itu tidak sepenuhnya. Ya Tuhan,aku hanya ingin mmbantunya agar dia tidak diejek lagi oleh teman-temanku. Diluar alasan itu aku memang berniat membuatnya sadar dan mengubah perilaku buruknya. Salahkah aku jika mengajak seseorang berbuat kebaiakan untuk diri mereka sendiri? Tidak ada pihak luar yang menghalangi jalanku.Aku tahu itu. Dan masalah terbesarnya adalah pada diri anak itu sendiri. Aku memejamkan mataku dan menjambak rambutku frustasi. Susah sekali mengatur anak itu.
“Kau baik-baik saja? Apa kau sakit?”
Aku terlonjak kaget dan langsung membuka kedua mataku. Satu hal yang baru kusadari,aku berada di dalam mobil dan Ayah ada di sampingku. Aku menghembuskan nafas keras. Gara-gara memikirkan sifat Aya aku sampai lupa bahwa aku sedang berada dalam perjalanan menuju ke sekolah. Aku melihat Ayah yang masih mengemudi dan menatap ke arahku sebentar. Tangan kirinya mendekati wajahku dan ditempelkan punggung tangannya tepat di dahiku.
“Ayah aku baik-baik saja” Jawabku sambil melepas tangan Ayah dari dahiku.
“Apa yang kau pikirkan?” Tanyanya kemudian.
“Aku hanya memikirkan temanku,sudah itu saja.Kuharap Ayah percaya”
“Kau bukan pembohong Ryan,Ayah tahu itu” Ayah memandangku sejenak. Tersenyum. Aku hanya menatap bingung.
“Apa kau ada masalah dengan temanmu itu?” Sekarang Ayah mulai menginterogasiku.
“Sebenarnya dia yang memiliki masalah,Aku hanya membantunya ”
“Bukankah itu bagus? Lalu apa yang kau pikirkan?” Ayah hanya menatapku heran
“Cara untuk membantunya” Jawabku pendek
“Hei,Kau jangan terlalu memikirkan caranya. Kunci utamanya tidak berada disitu” Ayah menatapku lagi. Tersenyum.
“Lalu aku harus bagaimana?”
“Begini...kau harus ikhlas membantu,Itu saja. Sederhana bukan?” Aku tersenyum bangga pada Ayah
“Jika ada orang di dunia ini yang bertanya padaku siapa motivator terhebat,aku akan menjawabnya dialah Ayahku
Ayah hanya terkekeh melihat tingkah anak semata wayangnya ini. Kuharap Ayah sabar menghadapi sikapku yang kekanakan ini. Aku mengakui tentang ini. Tak terasa perjalanan dari rumah menuju ke sekolah telah usai. Aku segera turun dari mobil dan melambaikan tanganku.
“Terimakasih motivasinya!” Teriakku.
“Pecahkan masalahmu dengan bijak. Jadilah pribadi yang baik!” Ayah menjawab dari dalam mobil. Aku hanya memberinya hormat. Mesin mobil mulai menderu lirih lalu bergerak menjauh dari tempatku berdiri. Setelah memastikan mobil Ayah hilang dari pandanganku,aku segera memasuki gerbang sekolah. Mataku menangkap sosok Toni yang berjalan beberapa meter di depanku.
“Toni...!” Panggilku padanya. Dia menoleh ke belakang lalu tersenyum.
“Hei Bung! Kenapa baru datang? Biasanya saat aku datang kau telah duduk di bangkumu...ha..ha..” Kelakar Toni.
“Dasar.Ayo buruan masuk!” Seruku sambil mengacak rambut hitamnya.
Sudah cukup banyak anak yang tiba di sekolah. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Aku juga sibuk berbincang-bincang dengan Toni. Pikiran tentang Aya masih tetap menghantuiku pagi ini. Aku harus bisa membuatnya sadar. Teringat olehku surat darinya enam hari lalu. Dia bilang dia tak mengetahui makana Black Mirrors. Yang benar saja? Kukira dia tahu. Tiba-tiba Toni menarik lenganku sehingga langkahku terhenti.
“Kenapa berhenti?” Tanyaku heran.
“Perhatikan itu! Miss Black Mirrors membuat cerminnya semakin gelap” Ucap Toni sambil menunjuk ke depan. Aku mengikuti arah jari telunjuknya. Kulihat Aya sedang berdebat dengan seorang siswi. Melihat kejadian itu aku segera bergegas pergi kesana. Kau benar-benar kelewatan Aya.
“Lihat yang kau lakukan? Seragamku kotor gara-gara kamu!” Bentak Lisa. Kuketahui namanya karena telingaku menangkap bisikan anak-anak yang sedang menonton kericuhan ini. Aku mengamati Aya yang hanya diam dan melipat kedua tangan di dadanya. Bisa kubayangkan jika aku ada di posisinya. Tak mungkin aku bisa berdiam diri seperti yang dilakukannya sekarang.
Miss Black Mirrors,dengarkan baik-baik! Lihat seragamku juga kotor dan kau penyebabnya! Kau menabrakku! Kau dengar yang kukatakan ?!” Wajah Lisa merah padam saat mengatakan itu semua. Mungkin dia mulai kesal dengan sikap diam Aya.
Aku berhenti tiga meter di belakang Aya. Toni yang ada di belakangku hanya diam tak berkedip. Raut muka takjub. Mungkin kericuhan di depannya baru disaksikannya sekali dalam hidupnya. Entahlah. Aku ingin tahu letak kesalahan Aya. Sebenarnya apa yang ada dipikirannya? Dia selalu menutupi kesalahannya dengan menuduh orang lain. Paling tidak dia mendiamkan masalah yang dia buat. Terlalu angkuhkah dirinya untuk menyadari kesalahan di depan umum?
“Kau yang menabrakku! Aku hanya berjalan!” Sergah Aya kasar.
“Ya,kau hanya berjalan dan aku berdiri,Aku berdiri! Bukankah kau selalu masuk dalam peringkat tiga besar? Gunakan akalmu dong! Mana ada orang berdiri menabrak orang berjalan? Bukankah yang ada justru sebaliknya?” Lisa menyangkal pernyataan Aya lantang.
Aku tersenyum getir. Kau kalah Aya. Apakah kau masih akan mengelak dari kesalahanmu? Apakah kau malu walau hanya untuk meminta maaf? Aku bergeming sendiri dalam hati. Toni hanya menggeleng pelan melihat sifat Aya yang semakin menjadi.
“Salah kamu mengapa kamu berdiri disini!” Aya tiba-tiba menyahut. Membuat mata-mata yang tadi terbuka tenang menjadi terbelalak kaget. Gadis Gila. Terdengar bisik-bisik yang mulai membuat telingaku pengap.
Miss Black Mirrors,sekali lagi kutegaskan! Aku selalu berdiri disini dan baru kali ini ada yang menabrakku. Kau seharusnya meminta maaf!” ,dari raut wajah Lisa dapat kulihat bahwa dia marah besar.
“Itu bukan masalahku dan tak seharusnya aku meminta maaf. Sudahlah urusi dirimu sendiri!” Aya berkata tegas.
Itu kalimat terakhir Aya.Dia langsung saja pergi tanpa mempedulikan tatapan dari anak-anak lain. Kau telah membuat masalah besar Aya. Kau membohongi dirimu dengan semua kesalahanmu. Kau selalu berkaca di cermin hitam. Kau tak mau mencoba berkaca di cermin bening. Itu letak masalahmu selama ini.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bayang Rembulan #4

Itu kalimat terakhir Aya.Dia langsung saja pergi tanpa mempedulikan tatapan dari anak-anak lain. Kau telah membuat masalah besar Aya. K...