Sabtu, 14 Februari 2015

Bayang Rembulan #1



Bayang Rembulan

Pandangan mataku masih tertuju padanya hingga gadis itu menduduki bangkunya. Bahkan aku masih akan terus melihat ke arahnya jika saja dia tak menatapku balik. Tatapan yang sadis. Kalian tahu tokoh seorang Profesor Snape di film Harry Potter? Mereka memiliki tatapan sadis yang sama. Aku hanya bisa menghembuskan nafas kesal dan kembali menekuni buku bacaanku. Sikapnya memang tidak berubah sejak tahun kelulusan kemarin. Ini sudah hampir akhir semester dan  diapun belum berubah juga. Kukira dia akan berubah seiring bergulirnya waktu. Kukira dia akan berubah setelah dia mendengar sindiran dari banyak mulut. Hampir empat tahun aku mengenalnya. Bagaimana tidak? Sejak berada di Sekolah Menengah Pertama aku sudah sekelas dengannya. Itu berlanjut sampai aku berada di tahun pertama Sekolah Menengah Atas. Lebih tepatnya,ya sekarang ini.
“Ryan…” Seseorang menepuk bahuku dari belakang.
“Ya?” Jawabku sambil memutar posisi badanku..
“Lihat! Miss Black Mirrors memperhatikanmu” Katanya sambil melirik ke arah gadis yang kupandang tadi. Aku ikut menolehkan kepalaku,melihat gadis yang juga sedang melihatku. Dia hanya menatapku datar. Tak lebih.Sebenarnya itu sudah biasa. Aku mengenalnya lebih dari dia mengenalku.Sungguh aku tak memiliki masalah dengannya. Kami tak pernah berbincang secara langsung. Aku tidak mengetahui apa latar belakang masalah yang dimilikinya. Mungkin waktu akan memecahkan semua ini. Aku kembali menatap lawan bicaraku.
“Aya maksudmu?” Tanyaku memastikan.
“Memangnya siapa lagi? Bukankah hanya dia yang mendapat sebutan Miss Black Mirrors di sekolah ini?” Jawabnya sakartis.
“Lalu? Ada apa jika dia memperhatikanku?”
“Huhh…memangnya kau tidak merasa aneh jika diperhatikan oleh gadis semacam dia?”
“Biasa aja” Jawabku enteng. Toni hanya menatapku malas. Ya,namanya Toni. Aku mengenalnya saat pendaftaran kemarin. Dia menjatuhkan tubuhnya di senderan bangku. Kelas ini memang ditata dengan aturan satu bangku untuk satu orang. Peraturan yang tepat menurutku. Dengan begitu kesempatan untuk mencontek sangat kecil.
Aku kembali menatap Aya lalu melirik ke arah Toni yang masih memasang raut wajah kesalnya. Dahiku berkerut. Ada sesuatu yang usil terbesit dalam pikiranku. Senyum jahilku muncul seketika. Aku menepuk tangan Toni yang ada di atas mejanya. Dia menatapku.
“Hei,kau cemburu ya? Ha ha..” Ledekku padanya. Yang kuledek hanya membulatkan matanya lalu bangkit dari posisi santainya.
“Ha ha…yang benar saja,aku justru merasa sangat aneh dengannya. Memangnya kau tidak? Lihatlah sikapnya yang cuek,jutek,sombong,pendiam,suka marah suka nyalahin oran..”
“Berhentilah bicara! Memangnya kau tidak ada pada daftar itu? Kau pikir kau manusia yang tak memiliki sisi negatif sedikitpun?” Aku memotong ucapannya. Toni ciut melihat tatapan sengitku. Toni tak seharusnya mengatakan itu semua. Karena aku mengetahui sifat sebenarnya gadis itu. Aku bahkan sering berhubungan dengannya. Maksudku pembicaraan lewat surat. Tak ada orang lain yang mengetahui tentang hal ini. Bahkan Aya sendiri tidak mengetahui siapa sebenarnya yang membalas surat-suratnya selama ini.
“Kenapa kau melamun?” Toni melambaikan tangannya di depan wajahku. Membuat lamunanku buyar. Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan. Rasa khawatir yang setahun ini menghantuiku kembali membuatku resah. Bagaimana jika aku tak bisa membuat gadis itu sadar akan sikapnya selama ini? Mungkin jika aku menceritakan masalah yang satu ini pada orang lain mereka akan menertawakanku. Mereka pasti akan berpikir ‘mengurusi dirinya saja belum benar apalagi ditambah mengurusi orang lain? Bukanakah urusannya akan bertambah rumit?’ Tapi tidak denganku. Entah dorongan apa yang membuatku berpikir bahwa aku harus menyadarkan gadis itu. Menyadarkannya dari sifat buruk yang dimilikinya sampai saat ini.
“Berhentilah melamun dan berbaliklah menghadap mejamu!” Toni kembali membuyarkan lamunanku untuk yang kedua kalinya.
“Memangnya ada apa?” Aku hanya menanggapinya dengan pertanyaan
“Bu Ella sudah masuk kelas,Bodoh” Jawabnya ketus dengan volume rendah. Aku segear membalikkan badanku. Kulihat Bu Ella menatapku tajam. Ya Tuhan.Aku tak berani melihatnya. Kelas ini terasa seperti makam di malam hari. Sunyi mencekam.
“Baiklah anak-anak pelajaran akan segera dimulai. Mohon perhatiannya!”
Syukurlah Bu Ella tidak memarahiku. Sekarang aku bisa menghembuskan nafas lega.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bayang Rembulan #4

Itu kalimat terakhir Aya.Dia langsung saja pergi tanpa mempedulikan tatapan dari anak-anak lain. Kau telah membuat masalah besar Aya. K...